Kamis, 10 November 2011

Korupsi dan Keserakahan Sistemik


Jumat, 11 November 2011
Istilah korupsi bukanlah hal baru bagi umat manusia. Korupsi sudah ada ketika zaman kuno, yaitu pada peradaban Mesir, Ibrani, Babilonia, Yunani kuno, China, Romawi Kuno dan juga di negara-begara Barat. Bahkan dari saking bahayanya korupsi Nabi Muhammad SAW telah memberikan peringatan keras bagi para sahabat agar menjauhi segala perbuatan yang dapat merugikan orang lain, seperti suap, menilap harta, dan mengurangi timbangan.
Sebagai negara yang mayoritas beragama Islam, perkembangan korupsi di Indonesia semakin meluas, apalagi di era reformasi sekarang ini. Korupsi tidak hanya dipratikkan oleh individu saja, akan tetapi tindakan ini seolah sudah menjadi tradisi yang dilakukan secara kolektif oleh para penguasa mulai dari pejabat pusat hingga daerah.
Perkembangan korupsi di Indonesia juga mendorong pemberantasan korupsi di Indonesia. Namun hingga kini pemberantasan korupsi di Indonesia belum menunjukkan titik terang melihat peringkat Indonesia dalam perbandingan korupsi antar-negara yang tetap rendah. Hal ini juga ditunjukkan dari banyaknya kasus-kasus korupsi yang terus mencuat di Indonesia.
Lahan Koruptor
Kita tentu masih ingat dengan beberapa kasus yang hingga kini belum terungkap dengan jelas, seperti kasus BLBI, Bank Century, mafia pajak, mafia hukum, kasus Sesmenpora yang melibatkan bendahara umum partai berkuasa.
Terakhir, kita juga dikagetkan dengan masalah 'kursi haram' DPR yang juga melibatkan politisi Partai Demokrat. Ini semua adalah bukti bahwa negara ini masih menjadi lahan subur bagi para koruptor. Sungguh sangat miris melihat nasib bangsa ini, yang sudah berada diambang kehancuran akibat ulah para pemimpin bangsa yang serakah memakan uang negara hanya untuk memperkaya diri sendiri.
Korupsi di Indonesia masih memprihatinkan. Laporan teranyar mengenai Indeks Penegakan Hukum 2011 (Rule of Law Index) yang dirilis World Justice Project (WJP) menyebutkan bahwa korupsi di Tanah Air justru meluas di berbagai sektor. Di antara negara-negara Asia Timur dan Pasifik, Indonesia berada di ranking ke-12 dari 13 negara. Sedangkan secara global, korupsi di Indonesia berada di peringkat ke-47 dari 66 negara.
Moh Masyhuri Na'im (2006) mengatakan, ada beberapa kondisi yang memungkinkan korupsi berkembang cepat.
Pertama, pemerintah telah berubah menjadi lembaga transaksi kekuasaan dan memonopoli pembuatan keputusan.
Kedua, adanya hyper consumerism. Orang banyak melakukan korupsi karena didorong oleh gaya hidup hedonistik yang berlebihan. Fenomina maraknya korupsi bisa dilihat sebagai korban dari hyper globalization, anak kandung yang sah dari hyper capitalism.
Ketiga, adanya kekuasaan dan gaji yang tidak seimbang.
Keempat, korupsi dipersepsi sebagai tuntutan perubahan. Korupsi tidak lagi dipermasalahkan sebagai perbutan tercela, tetapi sebagai masalah partisipasi sosial atau tuntutan perubahan sosial dan dapat disebut sebagai sindrom anomi.
Kelima, salah satu akar dari korupsi adalah perilaku pembiaran oleh masyarakat terhadap para koruptor, seakan-akan korupsi adalah hal yang wajar dan biasa.
Penegakan Hukum Lemah
Korupsi yang sudah mengakar dan membudaya di semua level baik pusat maupun daerah sangat membutuhkan waktu lama dan harus terus-menerus dilakukan dalam penanganannya. Hingga saat ini, pemberantasan korupsi belum memberikan hasil yang memuaskan. Hal ini terjadi karena kejahatan korupsi sudah dianggap tradisi dan dilakukan secara berjamaah oleh para penguasa di negeri ini.
Namun, kita harus optimis bahwa pemberantasan korupsi pasti membuahkan hasil asalkan ada kerja sama yang berkesinambungan antara pemerintah dalam hal ini KPK, kepolisian, kejaksaan, dan masyarakat. Korupsi tidak dapat dibiarkan berjalan begitu saja kalau suatu negara ingin mencapai tujuannya, karena kalau dibiarkan secara terus menerus, maka akan terbiasa dan menjadi subur dan akan menimbulkan sikap mental pejabat yang selalu mencari jalan pintas yang mudah dan menghalalkan segala cara.
Melihat fenomena korupsi yang semakin meluas, penulis sangat berharap pada penegak hukum, baik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kejaksaan, maupun kepolisian untuk lebih serius menangani para koruptor. Sebab, salah satu faktor berkembangnya tindakan korupsi adalah lemahnya penegak hukum yang membuat para koruptor tidak jera.
Di samping itu, penegak hukum harus lebih tegas dalam memberikan hukuman tanpa pandang bulu sehingga mampu memberikan efek jera bagi mereka. Kita harus memiliki komitmen bersama untuk memerangi kejahatan korupsi. Jangan biarkan korupsi menjadi sesuatu yang terus membudaya di kalangan masyarakat, khususnya para pemimpin bangsa.
Korupsi harus dipandang sebagai kejahatan luar biasa yang sangat kejam dan harus diperangi bersama. Ini penting agar bangsa Indonesia tidak menjadi bangsa yang hancur akibat tindakan korupsi, yang sangat merugikan negara dan masyarakat. Jangan sampai di masa yang akan datang, anak dan cucu kita sebagai generasi bangsa mewarisi tindakan korupsi. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar